Jumat, 28 Oktober 2011

Memahami Konflik Timur Tengah Melalui Lebanon

Diposting oleh: Studi Islam pada Dunia islam
Memahami Konflik Timur Tengah Melalui Lebanon
Mukadimah
Wilayah Timur Tengah telah menjadi ajang konflik selama bertahun-tahun. Konflik yang penuh darah semakin marak seiring runtuhnya Kekhalifahan Turki Utsmani. Beragam elemen masalah telah membuat konflik-konflik tersebut seolah tidak akan pernah padam; mulai dari keberadaan Negara Israel, gesekan Sunni – Syi’ah, dan campur tangan negara-negara Barat (Amerika dan sekutunya).
Lebanon merupakan negara kecil yang lahir sebagai akibat kekalahan Turki Utsmani dalam Perang Dunia I. Negara tersebut khas dengan masyarakat sektariannya. Lebanon pun memiliki posisi strategis terkait letaknya yang berada di simpang pengaruh Syi’ah dan Israel. Dari Negara ini pulalah, berbagai dimensi konflik Timur Tengah dapat dipahami.
Ketika Wala’ diberikan pada Kaum Kafir
Pasca kekalahan Turki Utsmani di Perang Dunia I, Inggris dan Perancis berhasil menduduki wilayah Syria (Suriah) Raya. Mereka kemudian membagi Suriah menjadi empat wilayah. Perancis mendapat wilayah utama Suriah (negara Suriah saat ini) dan Lebanon, sedangkan Inggris mendapat Palestina dan Transjordan (sekarang Yordania).
Dalam Perang Dunia I, Inggris dibantu Legiun Arab dan Yahudi yang bekerja bahu membahu mengalahkan tentara Turki. Legiun Arab dibentuk oleh Kapten T. E. Lawrence (Lawrence of Arabia) dan pimpinan Bani Hashim (dari suku Quraisy), yaitu Sharif Hussein bin Ali. Karena itulah putra-putra Sharif Hussein diberi imbalan kekuasaan.
Pangeran Abdullah bin Hussein al Hashimi diangkat sebagai penguasa Transjordan. Hingga saat ini negara Yordania merupakan kerajaan yang dipimpin oleh keturunan Pangeran Abdullah bin Hussein al Hashimi. Itulah mengapa para penguasa Yordania memiliki loyalitas yang tinggi terhadap Inggris dan negara-negara Barat pada umumnya.
Sementara Pangeran Faisal bin Hussein al-Hashimi diangkat sebagai penguasa Suriah. Namun pada tahun 1920, Perancis mengusir Pangeran Faisal dari Suriah karena dianggap lebih setia kepada Inggris. Sehingga berakhirlah kekuasaan Bani Hashim di Suriah.
Kekuasaan Bani Hashim juga lepas atas jazirah Arab. Hal ini terjadi pada tahun 1925, saat Bani Saud dari Nejed berhasil menguasai Mekah. Sharif Hussein bin Ali pun lari ke Yordania. Bani Saud kemudian berhasil menguasai mayoritas jazirah Arab (sekarang Saudi Arabia).
Pada Perang Dunia I, Inggris dan Perancis menjanjikan kemerdekaan Suriah Raya jika bangsa Arab membantu melawan Turki. Namun hal itu baru dipenuhi pasca Perang Dunia II. Sekitar tahun 1946, pasukan Inggris dan Perancis resmi meninggalkan wilayah Suriah Raya (kecuali Palestina).
Pemberian kemerdekaan tersebut merupakan bom waktu, karena wilayah Suriah Raya dipecah menjadi 4 negara, yaitu Yordania, Lebanon, Suriah, dan Palestina (masih di bawah kekuasaan Inggris). Hal ini untuk mencegah terjadinya persatuan pada bangsa Arab, terutama saat Israel memproklamirkan berdirinya negara Yahudi di Palestina pada tahun 1948.
Masyarakat Lebanon yang Sektarian
Lebanon merupakan wilayah yang paling merasakan dampak pemberian hadiah kemerdekaan Perancis. Perancis sengaja membentuk wilayah ini menjadi negara sendiri, di tengah kondisi masyarakatnya yang sangat heterogen.
Sekitar 59 % penduduk Lebanon adalah Muslim Sunni, Syi’ah, dan Druze (sinkretisme Syi’ah Ismailiyah dengan filsafat Yunani dan kekristenan). Sisanya sekitar 39 % ialah Kristen, serta terdapat komunitas kecil Yahudi dan Kurdi. Pada tahun 1943, Perancis turut memantau pembentukan Pakta Nasional (Al Mithaq Al Watani). Proses ini hampir mirip dengan perumusan Pancasila dalam BPUPKI di Indonesia.
Dalam persetujuan tidak tertulis tersebut disepakati bahwa Presiden Lebanon harus dari kelompok Katolik Maronit, Perdana Menteri dari Muslim Sunni, Wakil Perdana Menteri dari kalangan Kristen Ortodoks, dan Ketua Parlemen dari golongan Syi’ah. Kesepakatan itu juga menegaskan bahwa kursi-kursi di Parlemen harus dialokasikan berdasarkan atas agama dan wilayah dengan perbandingan 6 Kristen dan 5 muslim. Perbandingan ini ditentukan berdasarkan atas sensus penduduk tahun 1932 yang dilakukan saat jumlah Kristen sedikit lebih besar.
Jumlah penduduk Lebanon hanya sekitar 4 juta jiwa. Namun mereka terpecah dalam beragam kelompok. Mulai dari Katolik Maronit (pengikut Santo Maron), Ortodoks Yunani, Katolik Yunani, Ortodoks Armenia, Katolik Armenia, Protestan, Muslim Sunni, Syi\’ah, Druze, Alawi (Nushairiyah), dan beberapa sekte kecil lainnya.
Beragam pemeluk agama tersebut pun masih terpecah dalam berbagai partai. Seperti Free Patriotic Movement (Kristen sekuler), Amal Movement (Syi’ah), Hizbullah (Syi’ah), Progressive Socialist Party (Druze), El Marada (Maronite), Glory Movement (Muslim Sunni sekuler), Syrian Social Nationalist Party (Nasionalisme Suriah), Lebanese Democratic Party (Druze), Baath Party (Nasionalisme Kiri), Armenian Revolutionary Federation (Nasionalisme Armenia), Solidarity Party (Kristen), Islamic Action Front (Muslim Sunni Islamis), dan beberapa partai lainnya dari kelompok Katolik Yunani, Komunis, dan Alawiyin (Nushairiyah).
Partai-partai di atas berkoalisi dan condong ke poros Iran – Suriah. Komponen utamanya ialah Hizbullah (Syi’ah), Amal Movement (Syi’ah), dan Free Patriotic Movement (Kristen) pimpinan Michel Aoun.
Lawannya adalah partai-partai yang berkoalisi dengan kiblat pada poros Amerika Serikat – Perancis, yang dipimpin oleh Saad Hariri. Mereka adalah Future Movement (Muslim Sunni sekuler), Lebanese Forces (milisi Maronite), Lebanese Social Democratic Party (Maronit), Social Democrat (Armenia sosialis), National Liberal Party (Maronit), Democratic Left (sekuler kiri), Islamic Group (Muslim Sunni Islamis), Armenian Democratic Liberal (Armenia sekuler), dan beberapa partai lainnya dari kelompok Syi’ah, Druze, Kristen Suriah (Siryāni), dan Assyrianisme.
Selain itu terdapat pula kelompok-kelompok politik lainnya, seperti Kristen Aram, Ortodoks Yunani, Nasionalisme Phoenicia, Nasserisme (Nasionalisme Arab), Guardians of the Cedars (Nasionalisme Lebanon – anti pemerintahan Suriah, Palestina, dan rezim Arab lainnya), Nasionalisme Kurdi, Komunisme (mulai dari Leninisme, Trotskyisme, Maoist, dan Anarkisme), Freemasonry (masoun loubnan), LEGAL (Lebanese Gay, Lesbian, Bisexual, and Transgender community), Hizbut Tahrir, dan Islamic Jihad Movement.
Sedangkan Ikhwanul Muslimin Lebanon terpecah menjadi Islamic Action Front (Jabhat al-Amal al-Islami) dan Islamic Group (Jamaah Islamiyah‎). Islamic Action Front berada dalam koalisi pro Iran – Suriah. Sementara Islamic Group berada dalam koalisi pro Amerika Serikat – Perancis. Tokoh karismatik Ikhwanul Muslimin, Syaikh Fathi Yakan (wafat tahun 2009) termasuk yang berada dalam koalisi pro Iran – Suriah.
Konstelasi seperti ini telah memicu konflik yang terus berulang. Diantaranya ialah Perang Saudara pada tahun 1975-1990. Meskipun yang terjadi di Lebanon bukan perang saudara murni karena adanya berbagai pihak luar yang terlibat di dalamnya.
Pihak luar Lebanon yang turut memperkeruh ialah negara-negara Barat (terutama Amerika dan Perancis) serta poros Iran-Suriah. Dalam perkembangan mutakhir, pemerintah Lebanon memihak Barat, sementara oposisi (terutama Hizbullah) memihak Iran-Suriah. Ditengah-tengah konstelasi itu ialah Israel dan pengungsi Palestina.
Amerika dan Perancis berkepentingan agar Lebanon dapat menjadi agen mereka di Timur Tengah, yaitu mencegah persatuan bangsa Arab dan mengamankan negara Israel. Sementara Iran-Suriah berkepentingan untuk menjaga entitas Syi’ah di Lebanon. Bahkan melalui Syi’ah Lebanon (terutama Hizbullah), Iran-Suriah berhasil meningkatkan pengaruhnya di Timur Tengah (dan Dunia Islam) dalam konteks konflik segitiga Sunni-Syi’ah-Israel.
Hubungan Syi’ah – Israel di Timur Tengah
Iran adalah negara Syi’ah terbesar di dunia. Sementara Suriah walaupun mayoritas warganya Sunni, namun pemerintahnya dikuasai minoritas Alawiyin (Syi’ah Nushairiyah). Nushairiyah ialah aliran Syi’ah yang meyakini unsur ketuhanan pada Ali bin Abi Tholib ra. Mereka menyebut dirinya Alawiyin (Alawite) karena mengkultuskan Ali. Namun masyarakat Sunni lebih mengenalnya dengan nama Nushairiyah, berdasarkan nama pendiri aliran ini (Abu Syu’aib Muhammad bin Nushair). Pada September 1920, pasukan pendudukan Perancis di Suriah secara resmi menggunakan penyebutan Alawite terhadap komunitas Syiah ini.
Kaum Nushairiyah mendapat posisi strategis seiring meningkatnya popularitas Partai Baath di Suriah. Dalam rentang decade 1950-an sampai dengan 1970-an ideology nasionalis kiri sangat popular di kalangan masyarakat Arab. Partai Baath yang mewakili ideology ini berhasil mengambil alih kekuasaan (kudeta) di Suriah dan Irak.
Dengan ideology nasionalis kiri tersebut, partai Baath berisi orang dari berbagai kalangan. Di Suriah, kalangan minoritas Nushairiyah secara solid mendukung Baath. Bahkan Eli Cohen (agen Israel) termasuk tokoh penting Baath. Pada November 1970, Menteri Pertahanan Hafez al-Assad (seorang Nushairiyah dari Partai Baath) berhasil melakukan kudeta. Sejak itulah rezim minoritas Nushairiyah menancapkan kekuasaan mereka di Suriah.
Rezim minoritas Nushairiyah telah berulang kali membantai warga Sunni yang mencoba menentang mereka. Yang paling terkenal ialah Pembantaian Hama, di mana tentara Suriah membombardir Kota Hama pada tahun 1982 dalam rangka menumpas Ikhwanul Muslimin. Korban tewas dalam peristiwa itu sekitar 20.000 orang. Ribuan anggota Ikhwanul Muslimin lainnya, laki-laki dan perempuan, mengalami penyiksaan panjang di penjara.
Sejatinya, konflik Timur Tengah adalah konflik segitiga antara Sunni-Syi’ah-Israel. Kalangan Syi’ah telah membangun aliansi strategis antara Syi’ah Iran, Irak, Suriah, dan Lebanon. Namun mereka sadar tidak mungkin dapat mengalahkan Muslim Sunni yang mayoritas. Sehingga mereka mendasarkan strateginya pada perpecahan Muslim Sunni, serta upaya untuk menarik simpati Muslim Sunni pada gerakan Syi’ah.
Hal ini pun sejalan dengan Israel yang sadar bahwa mereka tidak akan berhasil melawan seluruh orang Islam. Sehingga selain tetap menjalin kemitraan strategis dengan Amerika dan negara-negara Barat pada umumnya, Israel pun berkepentingan untuk mencegah persatuan Muslim Sunni, serta bersinergi dengan musuh Muslim Sunni (yaitu Syi’ah). Sebab selama ini orang-orang Islam yang secara nyata melakukan perlawanan terhadap Israel adalah Muslim Sunni, sedangkan kalangan Syi’ah umumnya hanya perang kata-kata.
Persamaan kepentingan inilah yang dipahami para petinggi Israel (dan Amerika) serta Syi’ah. Sehingga dalam banyak kesempatan mereka melakukan koalisi temporer secara diam-diam. Diantaranya ialah kerjasama Amerika Serikat dengan Iran untuk menguasai Irak dan Afghanistan. Hal ini telah diungkapkan Muhammad Ali Abthahi, mantan wakil presiden Iran. Termasuk ketika Irak telah diduduki Amerika Serikat, para pimpinan spiritual Syiah Irak mengeluarkan fatwa yang mengharamkan perlawanan terhadap Amerika Serikat, serta menyebut kaum Sunni sebagai teroris. Amerika pun mempersenjatai milisi-milisi Syiah untuk menyerang Sunni.
Ketika salah satu pemimpin Syi’ah Irak, Moqtada al-Sadr terlibat konflik dengan pemerintahan boneka Irak, hal tersebut semata-mata merupakan tekanan politik agar Moqtada al-Sadr memperoleh kekuasaan politik lebih luas. Moqtada al-Sadr paham bahwa Amerika tidak akan bertahan lama di Irak, dan saat Amerika pergi maka Irak harus di bawah kendali Syi’ah. Karena itulah memasuki tahun 2011, Moqtada al-Sadr mulai mendesak kembali agar Amerika segera meninggalkan Irak.
Sementara dalam kasus Israel, pemerintah Iran memberikan kesan akan memberi bantuan finansial kepada pemerintahan Hamas. Namun faktanya bantuan itu tak pernah ada. Perlawanan Hizbullah terhadap Israel semata-mata demi menjaga agar milisi Hizbullah memiliki legitimasi untuk memegang senjata. Konflik Israel – Hizbullah di tahun 2006 pun ternyata digunakan untuk memainkan lobi politik di Lebanon. Hizbullah sengaja memancing Israel untuk menghantam Lebanon kapan saja mereka membutuhkannya demi terjaganya sebuah negara Syiah dalam negeri Lebanon.
Israel dan Syi’ah Lebanon memiliki koalisi temporer dalam isu Palestina. Israel berkepentingan agar wilayah utara negerinya (perbatasan Lebanon selatan) bebas dari perlawanan Palestina. Sedangkan Syi’ah Lebanon berkepentingan agar kekuatan milisi Sunni di Lebanon dan sekitarnya dapat diminimalisasi atau bahkan dihilangkan.
Saat negara Israel berdiri tahun 1948, mereka segera melakukan penyerangan dan pengusiran terhadap warga Palestina. Penduduk Palestina pun mengungsi ke negara-negara sekitarnya (termasuk ke Lebanon). Hingga hari ini, pengungsi Palestina merupakan masalah kemanusiaan yang rumit. Mereka tidak diakui oleh negara tempat mereka mengungsi, namun mereka juga tidak bisa pulang ke Palestina.
Keberadaan pengungsi Palestina di Lebanon Selatan merupakan ancaman bagi Israel dan Syi’ah Lebanon. Para milisi yang berada diantara pengungsi dapat dengan mudah melancarkan serangan ke Israel melalui Lebanon Selatan. Milisi diantara pengungsi Palestina pun dapat mengubah peta politik Lebanon. Orang-orang Syi’ah takut bahwa pengungsi Palestina akan menambah kekuatan milisi Sunni di Lebanon.
Karena itulah Israel dan Syi’ah Lebanon berulangkali melakukan koalisi temporer untuk membersihkan Lebanon Selatan dari milisi Sunni (khususnya milisi Palestina). Hal ini terlihat jelas saat Perang Saudara Lebanon 1975 – 1990, dimana Israel dan Suriah ikut terlibat. Hasil dari perang tersebut ialah dikuasainya Lebanon Selatan oleh milisi Syi’ah Hizbullah.
Para pengungsi Palestina kerap jadi korban pembantaian dalam konflik tersebut. Diantaranya ialah Pembantaian Tel al-Zaatar tahun 1976 dimana lebih dari 2000 pengungsi Palestina dibunuh di camp pengungsi Tel al-Zaatar. Pasukan Suriah, Israel, dan milisi Syi’ah Lebanon turut membantu mengepung camp, sementara operator pembantaian ialah milisi Kristen Lebanon. Pembantaian berlangsung selama 6 bulan.
Pola serupa terjadi di Sabra dan Shatila tahun 1982. Israel mengawali dengan serangan dari darat laut, dan udara ke basis-basis milisi Sunni di Lebanon. Karena Israel mengklaim serangannya hanya tertuju pada milisi Palestina, maka agar tidak ada korban jiwa lebih banyak dari pihak Lebanon, milisi Palestina pun sepakat untuk keluar dari Lebanon. Keluarnya milisi Palestina segera dimanfaatkan oleh milisi Syi’ah yang segera mengepung camp pengungsi Sabra dan Shatila. Operator pembantaian kembali dilakukan oleh milisi Kristen Lebanon.
Pembantaian yang berlangsung selama tiga hari tersebut telah menewaskan lebih dari 3000 pengungsi Palestina. Dokter Ang Swee Chai (seorang dokter relawan) menuturkan bahwa para pembantai melakukan pengejaran sampai ke Rumah Sakit Akka. Para perawat, dokter, dan pasien yang berkebangsaan Arab dihabisi. Seluruh perempuan di rumah sakit tersebut diketahui diperkosa dahulu sebelum dibunuh.
Khatimah
Sejak membantu Inggris dan Perancis untuk memisahkan diri dari Turki Utsmani, penduduk Lebanon telah menjadi saksi atas serangkaian konflik sektarian yang dimanfaatkan pihak asing. Berulangkali milisi Syi’ah dan Kristen bekerjasama untuk menghabisi Muslim Sunni. Banyak milisi Syi’ah yang secara langsung mendukung Israel (seperti South Lebanon Army), sebagaimana pemimpin Kristen Lebanon, Bachir Gemayel (mati tahun 1982) yang menjadi andalan Israel untuk menekan milisi Palestina di Lebanon.
Hari ini posisi South Lebanon Army telah digantikan oleh Hizbullah. Mereka tidak secara terang-terangan berkerjasama dengan Israel semata-mata agar dapat meraih simpati Muslim Sunni. Jika Israel dan Syi’ah secara nyata bersatu, maka hal itu akan mendorong persatuan Muslim Sunni. Sedangkan eksistensi Israel dan Syi’ah di Timur Tengah ialah berkat tidak bersatunya Muslim Sunni.
Di luar berbagai konflik tersebut, Lebanon telah menjadi pusat perjudian dan hedonisme di Timur Tengah. Dari pesta-pesta telanjang di pantai hingga klub homoseksual dan lesbian, Lebanon telah menjadi persinggahan kaum hedonis Arab dan Eropa. Di mata mayoritas bangsa Arab, Lebanon adalah negara oportunis yang dapat dengan mudah berganti afiliasi. Politisi Lebanon selalu berusaha menjaga kestabilan hubungan mereka dengan poros Amerika – Israel, poros Syi’ah (Iran – Suriah), maupun dengan negara-negara Muslim Sunni.
Wallohu A’lam bishShowab.
abdullah

0 komentar:

Posting Komentar

Reader Community

Search

Photo Gallery

Search