Jumat, 02 Desember 2011

Penolakan Komunikasi Konstruktif Menguat

Selasa, 08 November 2011 00:07
JAYAPURA—Setelah  pihak DAP dan PDP yang diwakili Herman Awom menolak usulan komunikasi konstruktif untuk menyelesaikan masalah Papua sebagaimana diusulkan Sesmenkopolhukam Letjen (Purn) Hotma Panjaitan,  kini  giliran Ketua Komisi A DPR Papua Ruben Magay  juga menyatakan menolak. 
Saat  dihubungi  diruang kerjanya, Komisi  A  DPR Papua, Senin (7/11), Ruben Magai  mengatakan, Komunikasi konstruktif   adalah suatu  pendampingan terhadap pengawasan  program yang dilakukan pemerintah pusat.  Apabila  pemerintah pusat  menawarkan komunikasi konstruktif  mestinya disertai  konsep yang jelas. “Pemerintah pusat jangan bicara doang. Tapi harus menyampaikan  konsep  komunikasi  konstruktif  kepada rakyat Papua,”katanya.   
Politisi Partai Demokrat Papua ini  menjelaskan, Dialog Jakarta—Papua telah mempunyai  konsep yang  jelas. Bahkan telah  mendapat  kesepakatan  dari seluruh elemen masyarakat  Papua,  bahkan  pihak Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)  telah  menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah pusat  bahwa  untuk menyelesaikan masalah Papua dibutuhkan Dialog Jakarta—Papua bukan  komunikasi konstruktif atau  Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat  (UP4B), Tim Pemantau Evaluasi  Otsus  Aceh dan Papua dan  lain lain. 
“Kami menolak segala tawaran pemerintah pusat apabila tak sepenuhnya melibatkan Rakyat  Papua,” tukasnya. “Beda dengan Otsus Aceh yang penyusunannya  murni pemikiran  rakyat  Aceh.” 
Dia menegaskan, apabila Otsus  diberikan sebagai solusi  tuntutan agar Papua merdeka dan berdaulat  terlepas dari NKRI, seyogyanyalah, implementasi  Otsus melibatkan rakyat  Papua.     
Kata dia,  Dialog Jakarta—Papua nantinya  membahas 4 agenda penting masing masing Pelurusan  Sejarah 1 Desember 1961, Kontrak Karya PT Freeport Indonesia 7 April 1967, Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 serta  UU Otsus 2001.  
Pembahasan  Pelurusan  Sejarah 1 Desember 1961, Pemerintah Hindia Belanda  telah menyepakati  syarat syarat  Papua Barat berdiri sebagai suatu negara berdaulat. 
“1 Desember  selalu diperingati sebagai Hari Kemerdekaan Bangsa Papua Barat,” tuturnya.  
Selanjutnya, Kontrak Karya pemerintah Indonesia  dan PT Freeport Indonesia  dilaksanakan pada 7 April 1967 sebelum Papua Barat  dianeksasi  kedalam NKRI, apalagi   kesepekatan tersebut tak melibatkan  rakyat Papua  sebagai pemilik  hal ulayat  lokasi tambang emas  PTFI di Distrik Tembagapura, Kabupaten  Mimika. Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 serta  UU Otsus 2001 yang dinilai  gagal sejahterakan rakyat  Papua  dan karena rakyat Papua telah mengembalikannya kepada  pemerintah pusat.  
Dia menandaskan, masalah-masalah lain yang dibutuhkan rakyat Papua seperti  pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat serta  infrastruktur adalah kewajiban pemerintah pusat  untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Papua.(mdc/don/l03)

Penolakan Komunikasi Konstruktif Menguat

Selasa, 08 November 2011 00:07
JAYAPURA—Setelah  pihak DAP dan PDP yang diwakili Herman Awom menolak usulan komunikasi konstruktif untuk menyelesaikan masalah Papua sebagaimana diusulkan Sesmenkopolhukam Letjen (Purn) Hotma Panjaitan,  kini  giliran Ketua Komisi A DPR Papua Ruben Magay  juga menyatakan menolak. 
Saat  dihubungi  diruang kerjanya, Komisi  A  DPR Papua, Senin (7/11), Ruben Magai  mengatakan, Komunikasi konstruktif   adalah suatu  pendampingan terhadap pengawasan  program yang dilakukan pemerintah pusat.  Apabila  pemerintah pusat  menawarkan komunikasi konstruktif  mestinya disertai  konsep yang jelas. “Pemerintah pusat jangan bicara doang. Tapi harus menyampaikan  konsep  komunikasi  konstruktif  kepada rakyat Papua,”katanya.   
Politisi Partai Demokrat Papua ini  menjelaskan, Dialog Jakarta—Papua telah mempunyai  konsep yang  jelas. Bahkan telah  mendapat  kesepakatan  dari seluruh elemen masyarakat  Papua,  bahkan  pihak Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)  telah  menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah pusat  bahwa  untuk menyelesaikan masalah Papua dibutuhkan Dialog Jakarta—Papua bukan  komunikasi konstruktif atau  Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat  (UP4B), Tim Pemantau Evaluasi  Otsus  Aceh dan Papua dan  lain lain. 
“Kami menolak segala tawaran pemerintah pusat apabila tak sepenuhnya melibatkan Rakyat  Papua,” tukasnya. “Beda dengan Otsus Aceh yang penyusunannya  murni pemikiran  rakyat  Aceh.” 
Dia menegaskan, apabila Otsus  diberikan sebagai solusi  tuntutan agar Papua merdeka dan berdaulat  terlepas dari NKRI, seyogyanyalah, implementasi  Otsus melibatkan rakyat  Papua.     
Kata dia,  Dialog Jakarta—Papua nantinya  membahas 4 agenda penting masing masing Pelurusan  Sejarah 1 Desember 1961, Kontrak Karya PT Freeport Indonesia 7 April 1967, Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 serta  UU Otsus 2001.  
Pembahasan  Pelurusan  Sejarah 1 Desember 1961, Pemerintah Hindia Belanda  telah menyepakati  syarat syarat  Papua Barat berdiri sebagai suatu negara berdaulat. 
“1 Desember  selalu diperingati sebagai Hari Kemerdekaan Bangsa Papua Barat,” tuturnya.  
Selanjutnya, Kontrak Karya pemerintah Indonesia  dan PT Freeport Indonesia  dilaksanakan pada 7 April 1967 sebelum Papua Barat  dianeksasi  kedalam NKRI, apalagi   kesepekatan tersebut tak melibatkan  rakyat Papua  sebagai pemilik  hal ulayat  lokasi tambang emas  PTFI di Distrik Tembagapura, Kabupaten  Mimika. Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 serta  UU Otsus 2001 yang dinilai  gagal sejahterakan rakyat  Papua  dan karena rakyat Papua telah mengembalikannya kepada  pemerintah pusat.  
Dia menandaskan, masalah-masalah lain yang dibutuhkan rakyat Papua seperti  pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat serta  infrastruktur adalah kewajiban pemerintah pusat  untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Papua.(mdc/don/l03)

0 komentar:

Posting Komentar

Reader Community

Search

Photo Gallery

Search